BUTTERFLY Chapter I : The Anger Choosen Me

12043968_434490623419608_2034596496_o (1)

 

Berisik. Remang-remang. Lembab. Dingin. Mungkin jika seorang Kim Taehyung adalah anak berusia belia, hidupnya sudah dirundung trauma saat ini. Getar-getar irama menggelegar di kamar sebelah membuat gendang telinganya serasa mau pecah. Jangan salahkan Taehyung jika perangainya berubah buruk. Ukiran senyuman yang semula terpatri rapi pada bibirnya kini sirna sudah, bak debu yang dihempas angin. Bertebaran di mana-mana dan enggan memperlihatkan wujudnya kembali.

Sungguh! Jika bukan karena pikiran rasional yang selalu diperbincangkan orang lain, Taehyung tak akan mau hanya diam dan menikmati nada-nada teriakan dari ruangan itu. Inginnya membelah jantung, menusuk perut, atau sekedar memutuskan urat nadi. Tapi Jungkook pernah bilang, kalau ada suara-suara yang membuatmu seakan dijemput malaikat maut, ada baiknya mendengar lagu keras-keras memakai headphone sampai kepalamu pecah sekalian. Setidaknya kalian akan mati bersama lantunan lagu yang mangalun indah membawa kepergianmu, bukan suara-suara tak menyenangkan yang membuat batinmu semakin tersayat.

Anak itu cukup pintar juga merangkai kata-kata ternyata.

Sebenarnya seberapa kuat pita suara yang dikandung laring kedua orang itu? Sepertinya terikat kencang sekali. Bahkan telinga yang disumbat alunan musik itu masih bisa dilewati celah-celah kecilnya. Dasar nada sentakan yang nakal, berani sekali masuk ke dalam gendang telinga seorang Kim Taehyung yang sudah muak dengan alunannya!

Kalau sudah begini, rasanya Taehyung ingin meluncur menuju lautan lepas. Inginnya kabur, jauh-jauh dari kerumunan bahasa kasar yang keluar dari mulut orang tuanya. Inginnya tuli, buta, agar melodi menyeramkan itu tak terdengar, agar penampakan ricuh kedua orang tuanya tak terlihat.

Kenapa dunia ini seperti neraka? Apakah Taehyung sedang tertidur lalu mimpi buruk? Dunianya fana, seperti ilusi. Orang-orang mendapati rumahnya damai dan rukun, namun kediaman Kim seperti gudang penuh sampah. Sesak. Masih untung Taehyung bisa mendifusikan oksigen dan karbondioksida dalam alveolusnya, kalau tidak mungkin bau bangkai sudah bertebaran sana-sini. Ah, ocehan kedua orang tuanya juga sudah berbau bangkai, ya? Ironis sekali.

Pijakan pemuda itu ingin lari sejauh-jauhnya. Kalau ternyata ujung dunia itu benar adanya, sebisa mungkin akan Taehyung capai. Mungkin Taehyung akan dianggap gila, orang tuanya sendiri yang membuat ia merutuk banyak-banyak atas nikmat Tuhan. Seharusnya ia kabur ke biara, siapa tahu Tuhan mengampuni dosa kedua orang tuanya.

Ah, percuma. Taehyung itu manusia terkutuk. Bisanya cuma memikirkan untuk kabur, padahal Jimin sering bilang kalau lari dari masalah adalah hal terburuk untuk seorang pria. Walaupun hidupnya dirundung kalut, setidaknya Taehyung masih memegang kepercayaan yang Jimin beri. Taehyung tahu ia adalah pemuda berpotensi, seharusnya ia bisa menghadapi semua masalahnya dengan lapang dada. Kalau begitu, satu langkah pertama untuk menghadapi masalahnya adalah dengan mengambil hoodie hitam yang menggantung, keluar kamar, lalu memutuskan langkah mana yang akan diambilnya.

Sempat terpikir kembali untuk langsung menapaki koridor rumah susun yang ditempatinya, lalu kabur sejauh mungkin. Namun sepertinya kali ini ada sesuatu yang harus dilakukannya sebelum mencari ujung bumi.

Taehyung mengambil napas berat, mencoba menegarkan hatinya agar tak mengeluarkan air mata. Pemuda terkutuk itu berdoa, semoga saja dirinya tak akan dirundung penyesalan setelahnya. Ah, tapi Tuhan itu tuli untuk orang terkutuk. Ataukah setelah semuanya berakhir, Taehyung harus loncat dari gedung rumah susunnya yang kumuh? Ia harap setan-setan dari neraka turun ke bumi membantunya, toh Tuhan itu terkutuk. Kalau seandainya setan pun tak ingin membantunya, jebloskan saja Taehyung ke perut bumi. Biarkan tubuhnya terbakar magma, melebur di dasar bumi.

Sulit ternyata menahan air mata, kekangan kelopak matanya sudah runtuh. Bendungannya tak kuat lagi. Ah, biarkan pemuda itu terisak sebentar, semoga saja dosanya akan mengalir bersama air matanya yang menganak sungai.

Selama ini, Taehyung menunggu sampai waktu yang menggiringnya pergi menuju kebebasan. Dikekang oleh bentakan-bentakan yang setiap harinya menggelegar bukanlah ide bagus. Mental Taehyung itu berantakan, otaknya campur aduk. Bahkan antara yang benar dan tidak pun susah membedakan. Tubuhnya mesin rusak, yang mungkin butuh bertahun-tahun lamanya untuk utuh kembali.

Seharusnya Taehyung lakukan ini sejak lama, bukannya menunggu waktu yang tak pasti membawanya pergi. Pasalnya, banyak orang yang sekarang menganut paham : jangan menunggu waktu yang tepat, tapi kejarlah kesempatan. Mungkin orang lain menggunakan prinsip itu untuk kepentingan yang bersifat positif, ah, Taehyung muak dengan pikiran positif. Pikiran-pikiran tak berguna itu makin tak berguna saat keadaan benar-benar berantakan.

Netra pemuda itu melirik sana-sini, mencari suatu barang yang mungkin saja bisa meluapkan emosinya. Tepat di sebelah pintu, terdapat sebuah botol bekas soju. Warnanya hijau gelap, bau alkoholnya menyeruak, menjijikan. Bahkan orang-orang mungkin akan menganga tak karuan kalau Taehyung tidak inisiatif memindahkan barang-barang haram itu ke gudang. Saking banyaknya, sekarang sudah mulai berantakan lagi ke segala penjuru ruangan. Pemuda itu muak, energinya terbuang sia-sia untuk menyentuh barang haram yang membuat dirinya semakin kotor. Kalau bisa, ini adalah botol hijau tua terakhir yang dia pegang.

Ia mengumpulkan emosinya kuat-kuat, terrealisasi oleh cengkraman tangannya pada botol itu. Taehyung mencoba mencari perhatian, siapa tahu bisa sedikit diperhatikan acara ‘berontaknya’. Ia mengayunkan keras-keras botol itu pada pintu neraka di rumahnya, yang berisikan setan-setan dengan bualan yang membusa keluar dari mulutnya. Kedua orang gila yang entah mengapa menghabiskan waktunya untuk membentak satu sama lain. Persetan dengan cinta semasa mereka menikah, toh buah hatinya sendiri malah berubah menjadi monster.

Ah iya, buah jatuh tak akan jauh dari pohonnya.

Ayunan pemuda itu menghasilkan suara nyaring, melemparkan serpihan-serpihan kaca tajam ke sana-sini. Tapi tak ada yang berubah, kecuali tangan pemuda itu yang mendapat luka-luka kecil karena serpihan yang tajam.

Sudahlah, lebih baik buka saja pintunya.

Taehyung masuk dengan langkah sigap. Botol dengan ujung yang runcing seakan merekat dengan tangannya. Tanpa ingin berpikir panjang, apa pun yang ada di depannya sukses berlumuran darah. Bahkan tangan kotor pemuda itu berubah menjadi merah darah. Ia mendongak sedikit,

“Oh, Ayah, itu kau?”

“A-Apa… Da-sar anak… Haram! Te-terkutuk! Argh!!”

“Maaf ayah, tapi dunia akn lebih tenang tanpa kehadiranmu.”

Lagipula, Taehyung sudah dikuasai amarah. Hal apa lagi yang bisa dilakukannya selain memusnahkan sumber masalah?

Dan lagi, darah itu bukan masalah kecil. Kalau nyawa, biar Tuhan saja yang urus.

Toh Taehyung sendiri sudah dicap anak terkutuk.

“Benar-benar terkutuk!!!” Suara melengking itu menggelegar. Menjadi keramaian terakhir yang hadir di rumah susun itu. Mungkin juga gelegarnya keluar bersamaan dengan nyawa Tuan Kim.

Taehyung berbalik. Hatinya cukup puas mendapati sekitarnya sunyi sepi. Ibunya bahkan tak berkomentar apapun, ternyata dia takut dan memilih meringkuk seperti bayi tak berdosa di atas lantai.

“Ibu… Ibu kenapa?”

“Ingin mencoba mati juga?”

TBC

Leave a comment